Java Script

Saturday, January 21, 2012

Dari Senja untuk Cinta

Biarlah mengalir,
Sebagai obat untuk sembuhkan luka yang perih dan meranggas lara
Nikmati,
Berbuat baiklah,

Jika nanti cinta memudar
Tak usah segera bersenandung lirih
Buat apa takut?
Cinta bukan milikmu,
Bukan milik kita

Aku hanya senja
Tersenyum bila cinta bahagia
Selamat memejamkan mata duhai kasih
Senang pernah berikankan yang aku mampu untukmu

Maret 2009

Aku dan Perapian

Jika suatu saat kegelapan akan datang
Kenapa aku sering lupa menyalakan perapian?
Jarang meminta agar nyalanya untuk tetap menemani keheningan

Bila kehimpitan itu merobek kekalutan
Kenapa aku terkadang malas menyiapkan jawaban?
Malah sibuk pada gemerlap dunia

Gusti,
Aku takut terkecup malam
Aku belum siap

Walau aku mendamai pada nisan dan kafan
Mereka akan tetap menemani
Izrail tetap menghampiri
Meski tanpa hawa panas dari perapian

Maret 2009

Ini yang Kupunya

Aku bukan hartawan
Aku juga bukan juragan
Aku hanya penulis mushaf rasa

Tak punya apa-apa
Tak miliki intan,emas,zamrud,ataupun berlian
Tak miliki hektaran tanah,mobil, atau rumah mewah

Tak punya apa-apa
Selain kenangan dan harapan

27 April 2009

Penghantar tidur

Tidurlah sayang,
Tidurlah dalam balutan malam
Dengan bintang-bintang sebagai pengisah
Menuju ambang kapuk randu

Mendengkurlah,
Kalahkan nyanyian jangkrik serta lolongan sunyi

Runtuhkan mimpimu hari ini
Karena esok kita akan membangun mimpi baru

April 2008

Untuk wanitaku

(Tika,dimana dirimu kini?)

Malam yang ganas
Sudah sejak dulu malam adalah belati yang mematikan
Gemerlap malam yang merasuk tak terasa kehadirannya
Membuat hanyut
Hingga dia mengikuti arus dan berujung di tepi hulu
Gadis itu,
Anugrah bagi kedua orang orang tuanya
Kini berlumur lumpur hitam dan berbau amis
Yang baru saja di cumbu rayuan gombal dunia hipokrit

Gadis itu,
Menghabiskan malam dengan mendekap kepingan luka
Mengutuk diri
Layaknya anai-anai yang lemah

Lelaki membuatnya kotor
Menitipkan benih dan setelah itu pergi
Terkutuk,
Tak punya otak.
Tak cukup aku mencerca
Belang muka tak bisa sirna

7 April 2008

Janji

(Puisi pesanan Nahari)

Aku tahu tak mudah menyelaraskan langkah kita untuk berjalan beriringan
Sulit,menyatukan dua hati dalam satu bejana persamaan
Terkadang kau ingin riuh, namun kau ingin senyap
Aku ingin berlari, kau cukup dengan berjalan
Cinta,
Tak mudah memahami hingga ke dasar hati
Tapi aku ingin berbagi makna pengorbanan lebih lama lagi

Cinta,
Jika aku berharga
Tetaplah di sini
Beri aku ketenangan
Maka aku akan belajar memahamimu

2 September 2009

Mengaku Dhaif

Air suci yang mengalir bukti ketakberdayaan insan ya Rabb
Menyesali apa yang terjadi dan tak mampu mengendali
Jiwa ini adalah jiwa yang kalut
Hati yang terkadang mencari jawaban di antara keramaian
Diri yang menyudut ketika kehilangan arti

Biarkan tetesan ini jadi pengobat
Menjernihkan yang lama keruh
Menemani usia yang semakin di tarik waktu laju
Sampai di ambang pintu
Menemukan jawaban
Atau tetap tak bermakna

Namun namaMu tetap ada warna
Izinkan si fakir hina mencelupkan sedikit jemari rasa
Supaya kembang kuncup kuntum-kuntum sukma

29 Agustus 2009

Doa Malam

Bisikkan kegundahan,
Kebisuan dan kebekuan pada malam yang merangkak larut
Ia akan menyampaikan resah pada penggamit rasa
Hunuskan kerinduan dalam
Untuk merengkuh erat
Mendekapnya dan tak berharap ada yang melepaskan
Cinta yang menjernihkan kedua bola mata
Menyejukkan kepala dan hati yang melepuh

Ya Lathif
Janjikan aku penawar sukma yang menyekak langkah ini
Membuat tak berdaya
Tak punya upaya

Pontianak,2009

Semesra Aku dan Kau

Biarkan mengalir memenuhi bejana
Ketika aku bahagia, ketika aku bersedih
Mendawaikan nyanyian memiliki
Jangan segera berhenti!
Gantungkan tinggi, agar sukma itu mati
Tenang, aku damai

Wahai penyenandung syair pujangga
Alunkan rasa yang biasa saja
Agar aku tak bersedih saat lagu berhenti
Karena aku akan kembali sendiri
Meranggas sunyi
Membilur pelupuk mata
Kembali memucat jiwa

Wahai penyenandung,tahukah Kau?
Yang kudamba bukan sajak,
Tapi hadirMu
Semua semakin syahdu
Jika Kau hadiahkan lagu
Aku tenang,
Bertambah damai

29 Mei 2009

Makna

Sahabat itu
Orang yang mengajarkan arti tawa,
Tangis,
Keberanian,
Keputus asaan,
Bagaimana rasa di sakiti dan menyakiti
Cinta
Pengorbanan
Hidup
Dan mati
Sahabat,,,
Orang yang bertahan di saat semua pergi

16 Agustus 2008

Panorama Berganti

Batang nyiur melambai
Laksana mengajak untuk turut bergoyang
Menatap senja yang mengharu biru
Sekelabat senyum langit yang mendamaikan jiwa
Ilalang ikut bersenandung, tersenggol oleh angin
Indah…alam pertiwi di bagian jalan itu
Masih asri hamparan tumbuhan hijau
Namun, tetapkah terlihat muda hingga nanti
Atau esok telah kering?
Terbakar?
Di tebang?
Berubah jadi perumahan,ruko, hotel, dan mall?

2 Juni 2008

Aku

Aku

Terbilang hari asa terkatung-katung
Lepas dan buang -malas
Remas- mampu
Biarkan jadi gumpalan dan jauh mengiba
Sejauh mungkin

Sekarang,
Semua - jadi mungkin
Manusia- punya
Kini telah bangkitkah?
Manusia - sekarang
Menorobos beku menjunjung kelu
Dan itu adalah Aku

1 Juni 2006

Sampaikan Rindu

Biarkan aku rendah
Asal nikmat penambah kesyahduan menjamah diri
Membenamkan kerinduan di dalam pelukan
Melewati cobaan
Sampai jadi manusia parlemen
Wahai lelaki yang bersayap
Ketika kau naik ke langit
Titipkan rasaku
Titipkan rindu yang menganak sungai
Getaran yang bergelora
Tangisan penuh rintih kerap kali
Kerap waktu
Karena teringat
Hanya diriNya

30 mei 2008

Kau yang Punya Kepentingan

Apa yang hendak kau sibak?
Lekas! sebelum kesempatan pergi
Tataplah sebelum rindu menyingsing
Peluk dan dekap erat
Meski canggung menggantung lekat

Kapan lagi kau utarakan
Menunggu waktu yang tak punya keperluan?
Kau yang butuh
Katakan!!!
Katakan kau ingin
Katakan!!!
Sebelum gelora memburam

25 Agustus 2009

Tertinggal

Mengapa bayang tak dapat lekang?
Meski raga telah berkalang
Begitu mesra kau bagi jiwa
Hingga selaksa kisah tak dapat sirna
Kenapa dentang harus sekarang?
Kuncup-kuncup cinta itu mekar
Saat semua kata maaf tak lagi guna

Haruskah kudekap potret?
Bagaimana mengucap?
Dengan beribu pilu yang menganga

9 Agustus 2009

HABISLAH AKU

Suatu malam nisan terpancang
Tertulis namaku
Berbuncah darah putus asa
Berkalang tanah penyesalan

Ruh telah menghadap Illahi
Tertawa semua penduduk langit
Sinis mata

Pontianak 2008

Kekayaan

Jikalau umur memang sampai renta
Hanya inilah yang harta abadiku
Memprasastikan nama dan kehidupan
Menggoreskan tinta suka dan duka
Tapi…
Jika umurku tak sampai sehasta
Cukup orang-orang yang mencintai diri ini
Tetap mengingatku
Lewat tabula rasa

7 Mei 2009

TUTUL UNDER COVER


Ini kisah yang tidak akan pernah di lupakan di oleh anggota regu Matahari. Kisah heroik pentolannya, yang selalu siap dalam keadaan apapun.
Sabtu subuh, 12 Mei 2007. Si bundo sudah siap nepok satu-satu pantat temannya buat bangun. Walaupun sudah di suruh bangun berkali-kali tetap saja ada yang susah di suruh bangun. Salah satunya, si Nuin. Harus di dudukkan, dan pastikan bahwa matanya benar-benar terbuka. Kalau sudah begitu,itu artinya dia sudah benar-benar sadar. Jika tidak, yang bangunkan pergi, dia juga ikut pergi ke alam mimpi lagi. Bundo melihat jadwal kegiatan untuk hari ini, “Hem....hari ini kegiatan kita lebih padat di bandingkan hari kemarin, teman-teman” tukasnya pada yang lain. “ Ada dua puluh delapan mata lomba.” Ujarnya kembali.
Setelah berbenah diri, sepuluh orang berkumpul di tenda makan sambil briving sebelum kegiatan. Start jam 07.45, sepuluh orang ini berhamburan ke tempat lomba masing-masing. Sampai jam 9, ada tiga kegiatan lomba, yaitu Mengenal perangkat komputer, wisata karya, dan musyawarah regu. Lanjut sampai jam 10 pagi, ada tiga kegiatan lain yang di hadapi. Ada yang ikut hasta karya, membuat obat tradisional, dan lomba masakan khas daerah. Nah di sini, salah satu dari regu membuat catatan sejarah. Imaniatul namanya. Tapi teman-teman lebih suka memanggilnya tutul. Dia yang paling menjulang. Kalau satu regu berbaris satu berbanjar, dia yang berada di baris kedua dapat terlihat wajahnya karena sang pemimpin regu (pinru), badannya agak bonsai.wkkkkk. Dari segi sifat, anaknya periang, paling bocor, dan yang paling khas adalah gayanya yang maskulin, rambutnya saja di potong cepak. Wajar kalau teman-teman menjulukinya “ laki-laki”.
Balik ke pengukiran sejarah. Sebuah kecelakaan terjadi padanya ketika lomba masakan khas daerah. Tutul dan dua orang temannya, memasak Asam Pedas, yang merupakan salah satu masakan khas daerah perwakilannya, Pontianak. Tutul dkk mencari tempat yang pas, lalu duduk dan siap memasak. Ketika tengah memasak, salah seorang kontingen Kepatang melemparkan senyum padanya. Tutulpun membalas senyuman itu. Beberapa lama ia senyum, sampai iapun tak sadar apa yang ia aduk. Kompor yang tidak sepadan dengan kuali membuat kuali asam pedas itu tumpah ke kakinya. OMG.....
Tutul begitu semangatnya, dan ia tidak hati-hati saat mengaduk kuali yang berisi Asam Pedas sehingga kuahnya tumpah membasahi roknya. Bisa anda bayangkan apa yang terjadi selanjutnya???
Singkat cerita, ia segera berlari menyelamatkan kaki kirinya yang tersiram tadi. Dalam keadaan seperti itu, tutul mampu berlari dari pos lomba menuju tenda regu. Jaraknya cukup jauh, kira-kira dua kali putaran lapangan bola. Sesampai di tenda, ia langsung membuka kotak P3K, dan mengambil obat luka bakar. Ia turunkan kaos kakinya dan mengoleskan obat itu ke paha dan lututnya yang seperti daging masak, berwarna kecoklatan dan melepuh.ihhh....seram.
Tak lama kemudian, pembina damping datang ke tenda. “Mana kembar?” tanyanya pada tutul. “Masih lomba Hasta Karya kak, kenapa? “ jawab tutul sambil mengobati kakinya. “Lomba Penyelengara dan Mengenal bendera sudah di mulai, mereka berduakan yang dapat job itu. Panitia sudah teriak-teriak panggil kontingen Pontianak.”
. Sejurus kemudian, si “laki-laki” berlari ke pos lomba hasta karya untuk mencari si kembar. Letaknya tidak jauh dari pos lomba masakan daerah tadi. Sudah kena asam pedas, harus pula menjelaskan hasta karya, karena si kembar harus mengkuti lomba yang lain. Ia jawab abal-bal di depan juri, ya... karena pada dasarnya tutul tidak paham akan apa yang di buat teman-temannya. Tapi itu luar biasa. Dalam keadaan seperti itu, tutul mampu menahan rasa sakitnya dan berkorban untuk regu. Setelah di obat, walau hanya dengan obat luka bakar ala kadarnya, kakinya mampu untuk tetap di bawa berjalan mengikuti lomba yang lain. Bravo tutul.