Java Script

Monday, January 17, 2011

HARUSKAH JILBAB INI KULEPAS?

mahadaya senja

Bismillah…
Perlahan tapi pasti. Ia tetap melangkah meski hatinya bak genderang perang. Semua berkumpul di ruang tamu. Ratna segera menghampiri dan duduk di dekat kedua orang tuanya. Walaupun ia tak yakin dengan hal ini, mundur atau terus maju, hatinya bergejolak. Lama ia diam, hinga ayah yang mulai angkat bicara.
“Rat, kamu kenapa diam, tidak seperti biasanya?” tanya ayah
Ratna terkejut, dengan takut-takut ia mencoba mengeluarkan isi hatinya.
“Yah, Ratna ingin pakai jilbab”
Tapi ayah tak begitu menanggapi, wajahnya biasa-biasa saja, seperti tak ada sesuatu yang terlontar dari mulut anaknya. “Apa alasan kamu mau pakai jilbab?” tanya ayah menyelidiki
Jantung Ratna semakin dag…dig..dug. Tapi ia terus berusaha mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan. “Teman Ratna rata-rata sudah pakai jilbab, hanya beberapa orang yang belum, termasuk Ratna. Ratnakan malu, yah.”
“Hanya mau ikut-ikutan? Sebaiknya tidak usah.” Ucap ayah tegas
“Bukan, bukan itu alasan pastinya. Memang sudah sejak lama Ratna ingin pakai jilbab. Tapi, ibu selalu melarang Ratna. Makanya baru sekarang Ratna berani meminta izin.”
“Bagaimana bu?” tanya ayah sambil melirik pada istrinya
“Terserah ayah saja. Ibu hanya sangsi, takut niatnya hanya setengah-setengah. Hari ini menggebu-gebu, besoknya sudah kemana-kemana.” Lugas ibu
“Tapi kali ini Ratna janji bu, Ratna akan pakai jilbab sampai seterusnya.” Ucap Ratna meyakinkan. “Ayolah yah, Ratna benar-benar ingin pakai jilbab.” Tambah Ratna merengek
Ayah berpikir sejenak, lalu menyerup secangkir kopi hangat di hadapannya. “Menurut ayah, sebaiknya kamu itu nikmati dulu masa mudamu. Pakai jilbab itu nanti-nanti saja, kalau sudah kuliah baru ayah izinkan.” Tukas ayah
***
Kata-kata itu menyurutkan semangat Ratna. Telah lelah ia berargumen ini dan itu, hasilnya tetap saja nihil. Namun bagi Ratna itu semua hal kecil yang tak perlu di cemaskan. Ia yakin, saat itu pasti akan datang, pasti.
Kemarin ia boleh kalah, tapi ia yakin tidak untuk kali ini. Setelah tamat SMP, ia meminta untuk di kirim masuk pesantren. Tentu saja permintaannya membuat seisi rumah geger, berkerut kening. Pasalnya sang ibu terlalu sayang padanya, hingga takut terjadi sesuatu pada gadis cantiknya jika tak di dekatnya. “Baiklah, Ratna tidak akan bersedih jika tidak masuk pesantren, tapi Ratna ingin bersekolah di Aliyah!” Ucapnya ngotot. Ya, apa mau di kata, kedua orang tuanyapun mengikuti kemauannya. Akhirnya, mimpi pakai jilbab, telah tercapai, sekarang tinggal menjaga keistiqomahan untuk terus memakainya.
“Nah gitu dong. Ayah dan ibu kan sayang pada Ratna. Apa ayah dan ibu mau kalau anaknya ini badung, tak karuan, kurang ajar, dan suka keluar malam, tidakkan? Bersyukurlah karena di karuniai anak yang sadar akan masa depannya. He…he…he…” tukas Ratna menggoda
Tak dapat terkiaskan betapa senangnya hati Ratna. Setiap hari auratnya selalu terjaga, jilbab menjuntai hingga ke dadanya. Subhanallah, menyejukkan mata yang memandang. Ratna tak segera puas dengan prestasinya ini, ia terus berusaha mengembangkan diri. Menimba ilmu dengan sungguh-sungguh, dan memperbaiki akhlak adalah hal yang selalu di upayakannya.
Suatu sore, teman-teman SMP Ratna; Mira, Sinta,Zia, Vira dan Sukma bertandang kerumahnya. Semua terperangah tak percaya melihat Ratna memakai jilbab, karena mereka tahu siapa dulunya Ratna.
“Ini Ratna Sintia kan? Apa aku mimpi, seorang Ratna yang dulunya putri solek kini memakai jilbab?” tanya Zia sambil mengucek-ngucek matanya.
“Ini Ratna. Memangnya ada yang salah ya?” tanya Ratna
Semua tertawa, tentu saja Ratna yang jadi bahan tawaannya.
“Hei..semua. Aku yakin, seminggu lagi Ratna pasti sudah gerah dengan jilbabnya ini. Kalian tahu kan, Ratna ini tipe orang yang mudah bosan” cela Sukma
Semua kembali tertawa.”Kalian datang kemari karena rindu padaku, atau hanya ingin mencela penampilanku sih?” tanya Ratna dalam hati. Ratna hanya menyunggingkan senyuman. Baginya tak ada yang salah, mungkin mereka yang belum mengerti. Alah, hanya gigitan semut. Lama-lama juga hilang sakitnya,seperti itulah ia menanggapi ejekan-ejekan itu.
“Guys, malam ini kita party, yuk” ajak Mira
“Iya, kita sudah lama tak bersenang-senang nih.” Timpal Sinta
“Setuju.....” jawab yang lain serempak
“Kamu, Rat? Tanya Vira
Ratna kembali mengembangkan senyum,”Maaf, Ratna tidak bisa ikut.”
“Alah, munafik. Dulu, kamu yang suka mengajak kita, sekarang malah kamu yang menolak, jangan sok sucilah, sampai kapan sih kamu tahan dengan jilbab jelekmu itu?” tukas Mira
Astaghfirullah. Ratna hanya dapat mengelus dadanya. Tak sepatahpun dapat keluar dari mulutnya sebagai bentuk pembelaan.
“Ok, kita tanya sekali lagi. Kamu mau ikut tidak?” tanya Vira kedua kalinya.
Lama Ratna menunduk, hatinya galau. Jika ia tetap kekeh pada jawaban tidaknya, teman-temannya pasti marah dan meninggalkannya, bahkan lebih parah, mereka tak mau kenal Ratna lagi. Semua merayu, mendesak, bahkan mengancam. Ratna makin Ragu.
“Rat, kita masih muda. Kalaupun sekarang kamu lepas jilbab dan ikut kita party, tidak akan ada yang marah. Jalan kita masih panjang buat insaf. Bukankah Allah itu maha pengampun, kalau sudah puas, sudah tua, barulah kita bertaubat, mudahkan? Jelas Sukma.
“Betul Rat, selagi masih muda, happy-happy saja dulu. Apa pakaianmu ini tidak membuat risih, ayolah jangan munafik. Yuk ikut kami?” bujuk Mira
Keadaan makin membuat Ratna tersudut,”Haruskah aku buktikan, aku tidak munafik. Tapi kenapa mereka mengatakan aku munafik, munafikkah jilbabku, munafikkah seseorang yang ingin berubah ke arah yang lebih baik, di mana, apanya yang munafik?”. Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Sungguh, ini sudah kelewatan, tapi Ratna mencoba untuk sabar. Jika ia turut dalam situasi panas ini, apa bedanya ia dengan ke lima temannya.
Saat situasi tenang, Ratna mencoba memberi penjelasan.”Teman-teman, Ratna punya sebuah gambaran.” Ia menghela napas, lalu bicara lagi. “Ada kue yang di jual di pinggir jalan. Tidak di tutup, semua orang boleh memegangnya, meraba, bahkan menjamah. Dan ada juga kue yang di simpan di etalase, tak sembarang orang boleh menyentuhnnya. Meski sederhana, namun ia terlihat cantik,bernilai dan terjaga dari tangan-tangan kotor.” Jelas Ratna.”Mana yang lebih mahal?” tanya Ratna sambil terseyum penuh arti. “Kalian menilai Ratna munafik, silahkan. Tapi Ratna yakin, apa yang Ratna perjuangkan sekarang adalah sesuatu yang benar.”
Semua masih tetap diam, jauh dari keadaan sebelumnya, Ratna di bombardir hingga tak sanggup melawan. Sekarang, mereka seperti terkena sihir, semua mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut Ratna. “Oya, satu lagi yang perlu kalian ketahui. Allah memang maha pengampun dan penerima taubat, tapi itu bukan jadi alasan kita mudah berbuat maksiat dan dosa. Jangan bangga dengan umur kita sekarang, tidak ada jaminan kita dapat hidup sampai tua.” Ratna berkoar-koar setelah lama menahan gejolak.
“Sudah bu ceramahnya? akhirnya selesai juga siraman rohani ustadzah Ratna kita. Yuk kita cabut, Percuma saja lama-lama di sini” Ajak Zia ketus
Semuanya beranjak pergi dengan raut wajah yang tak mengenakkan. “Maafkan aku. Bagi Ratna ini yang terbaik.”ucap Ratna
***
Malam harinya, ibu mengadukan kecemasannya pada ayah. “Yah, ibu takut pada keadaan Ratna sekarang?”
“Memangnya kenapa bu?”
“Ituloh pak, semenjak beberapa minggu ini, sikapnya berubah. Dia lebih banyak di luar, katanya ikut kegiatan mentoring, dan kalau di rumahpun ia tak banyak bicara, setelah membantu ibu kerjaannya hanya di kamar,mulutnya sering komat-kamit, saat di tanya,”Sedang Dzikir bu”. Ibu takut yah, Ratna ikut aliran sesat. Sebaiknya ayah larang dia ikut mentoring lagi.” Pinta ibu
Setelah mendengar penjelasan itu, ayah segera memanggil Ratna.
“Ada apa yah?” tanya Ratna
“Kata ibu kamu ikut mentoring di sekolah. Ayah mau tahu, apa saja yang kamu lakukan selama mengikuti kegiatan tersebut?” tanya ayah
“Iya, Ratna ikut kegiatan mentoring agar hidup Ratna lebih berwarna. Pertemuan di isi dengan mengkaji Al qur’an, diskusi, dan bakti sosial. Memang ada apa yah, tumben-tumbenan ayah bertanya hal ini pada Ratna?”
“Ratna, mulai saat ini kamu ayah minta untuk tidak mengikuti kegiatan mentoring lagi!” Lugas ayah
Mendengar itu, tentulah Ratna terkejut.”Kenapa yah? Apa yang salah dari kegiatan itu?”
“Banyak alasannya. Pertama, semenjak kamu ikut kegiatan itu kamu jarang di rumah, sering pulang sore, dan hari minggu saja kamu tak ada di rumah. Kedua, Ayah takut kamu ikut aliran sesat. Ibumu bilang kamu sering mengurung diri di kamar, komat-kamit sendiri, dan ketika di tanya, jawabannya selalu bilang sedang dzikir. Ketiga, kamu itukan di sekolahkan untuk belajar. Bukan untuk ikut kegiatan seperti itu.” Jelas ayah
Ratna tahu, orang tuanya pasti belum terbiasa dengan sikap barunya. Dengan hati-hati ia mencoba membela diri. “Ayah, Ratna tahu yang terbaik buat Ratna. Ayah harus percaya sama Ratna. Kegiatan itu positif, bukan aliran sesat, dan juga tidak mengganggu belajar Ratna di sekolah. Malah itu membuat Ratna semakin semangat menuntut ilmu.”
Tak dinyana, ayah menggebrak meja. “Ratna, teriak ayah. “Kamu sudah berani melawan ayah yah. Ayah tidak mau tahu apapun alasannya, kamu tidak boleh ikut mentoring lagi, paham!” Bentak ayah
“Tapi, yah” bela Ratna
“Sudah. ayah lelah. Awas kalau kamu ketahuan masih mengikuti mentoring itu lagi. Jangan sesali kalau ayah memindahkanmu ke SMA lain, atau memberhentikanmu sekolah!” bentak ayah kedua kalinya sambil pergi meninggalkan Ratna yang tak mampu menahan kesedihan, melelehkan air mata, terisak, dan lari ke kamarnya.
***
Tumpahan tangis itu kini membuncah lagi. Namun Ratna menangis di pelukan orang yang mengerti keadaannya. Mbak Nabila, salah satu mentor yang dekat dengannya.
“Lantas, karena semua halangan ini, membuat kamu jadi lemah dan putus asa?” Tanya mbak Nabila
Ratna melepaskan diri pelukan mentornya, dan mengusap air matanya.
“Ratna tidak tahu lagi mbak harus bagaimana. Ratna pikir ini adalah jalan terbaik dan semua orang terdekat akan mendukung. Nyatanya, tidak. Mereka malah memojokkan.” Jelas Ratna kembali sesegukan
Mbak Nabila terseyum, mendekat pada Ratna, dan membisikkan sesuatu ke telinganya. “Minta pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Jalan dakwah yang menghantarkan kita pada syurga tidak landai dan berbunga. Tapi menanjak, berkerikil, panas, dan penuh rintangan. Ratna, Sesuatu yang benar harus di iringi pula cara yang baik. Saran Mbak, kamu harus banyak intropeksi diri. Mungkin cara kamu, atau sikap kamu yang membuat mereka seperti itu. La tahzan, innallaha ma’ana”
Pelukan mereka semakin erat. Ratna semakin kuat menangis. Tangisan bahagia, kata-kata itu mengalir seperti mata air yang menentramkan. “Aku harus samangat. Kebahagian abadi itu tidak mudah di dapatkan. Tawa itu bukan nilai pasti dari kebahagian, ketika kita dapat menjalankan syariat Allah, meski penuh cacian, deraan, tangis juga dapat berarti bahagia.” Ucap hati Ratna.

SELESAI
Pontianak,mei 09.

Haruskahn Jilbab Ini Kulepas

HARUSKAH JILBAB INI KULEPAS?

Bismillah…
Perlahan tapi pasti. Ia tetap melangkah meski hatinya bak genderang perang. Semua berkumpul di ruang tamu. Ratna segera menghampiri dan duduk di dekat kedua orang tuanya. Walaupun ia tak yakin dengan hal ini, mundur atau terus maju, hatinya bergejolak. Lama ia diam, hinga ayah yang mulai angkat bicara.
“Rat, kamu kenapa diam, tidak seperti biasanya?” tanya ayah
Ratna terkejut, dengan takut-takut ia mencoba mengeluarkan isi hatinya.
“Yah, Ratna ingin pakai jilbab”
Tapi ayah tak begitu menanggapi, wajahnya biasa-biasa saja, seperti tak ada sesuatu yang terlontar dari mulut anaknya. “Apa alasan kamu mau pakai jilbab?” tanya ayah menyelidiki
Jantung Ratna semakin dag…dig..dug. Tapi ia terus berusaha mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan. “Teman Ratna rata-rata sudah pakai jilbab, hanya beberapa orang yang belum, termasuk Ratna. Ratnakan malu, yah.”
“Hanya mau ikut-ikutan? Sebaiknya tidak usah.” Ucap ayah tegas
“Bukan, bukan itu alasan pastinya. Memang sudah sejak lama Ratna ingin pakai jilbab. Tapi, ibu selalu melarang Ratna. Makanya baru sekarang Ratna berani meminta izin.”
“Bagaimana bu?” tanya ayah sambil melirik pada istrinya
“Terserah ayah saja. Ibu hanya sangsi, takut niatnya hanya setengah-setengah. Hari ini menggebu-gebu, besoknya sudah kemana-kemana.” Lugas ibu
“Tapi kali ini Ratna janji bu, Ratna akan pakai jilbab sampai seterusnya.” Ucap Ratna meyakinkan. “Ayolah yah, Ratna benar-benar ingin pakai jilbab.” Tambah Ratna merengek
Ayah berpikir sejenak, lalu menyerup secangkir kopi hangat di hadapannya. “Menurut ayah, sebaiknya kamu itu nikmati dulu masa mudamu. Pakai jilbab itu nanti-nanti saja, kalau sudah kuliah baru ayah izinkan.” Tukas ayah
***
Kata-kata itu menyurutkan semangat Ratna. Telah lelah ia berargumen ini dan itu, hasilnya tetap saja nihil. Namun bagi Ratna itu semua hal kecil yang tak perlu di cemaskan. Ia yakin, saat itu pasti akan datang, pasti.
Kemarin ia boleh kalah, tapi ia yakin tidak untuk kali ini. Setelah tamat SMP, ia meminta untuk di kirim masuk pesantren. Tentu saja permintaannya membuat seisi rumah geger, berkerut kening. Pasalnya sang ibu terlalu sayang padanya, hingga takut terjadi sesuatu pada gadis cantiknya jika tak di dekatnya. “Baiklah, Ratna tidak akan bersedih jika tidak masuk pesantren, tapi Ratna ingin bersekolah di Aliyah!” Ucapnya ngotot. Ya, apa mau di kata, kedua orang tuanyapun mengikuti kemauannya. Akhirnya, mimpi pakai jilbab, telah tercapai, sekarang tinggal menjaga keistiqomahan untuk terus memakainya.
“Nah gitu dong. Ayah dan ibu kan sayang pada Ratna. Apa ayah dan ibu mau kalau anaknya ini badung, tak karuan, kurang ajar, dan suka keluar malam, tidakkan? Bersyukurlah karena di karuniai anak yang sadar akan masa depannya. He…he…he…” tukas Ratna menggoda
Tak dapat terkiaskan betapa senangnya hati Ratna. Setiap hari auratnya selalu terjaga, jilbab menjuntai hingga ke dadanya. Subhanallah, menyejukkan mata yang memandang. Ratna tak segera puas dengan prestasinya ini, ia terus berusaha mengembangkan diri. Menimba ilmu dengan sungguh-sungguh, dan memperbaiki akhlak adalah hal yang selalu di upayakannya.
Suatu sore, teman-teman SMP Ratna; Mira, Sinta,Zia, Vira dan Sukma bertandang kerumahnya. Semua terperangah tak percaya melihat Ratna memakai jilbab, karena mereka tahu siapa dulunya Ratna.
“Ini Ratna Sintia kan? Apa aku mimpi, seorang Ratna yang dulunya putri solek kini memakai jilbab?” tanya Zia sambil mengucek-ngucek matanya.
“Ini Ratna. Memangnya ada yang salah ya?” tanya Ratna
Semua tertawa, tentu saja Ratna yang jadi bahan tawaannya.
“Hei..semua. Aku yakin, seminggu lagi Ratna pasti sudah gerah dengan jilbabnya ini. Kalian tahu kan, Ratna ini tipe orang yang mudah bosan” cela Sukma
Semua kembali tertawa.”Kalian datang kemari karena rindu padaku, atau hanya ingin mencela penampilanku sih?” tanya Ratna dalam hati. Ratna hanya menyunggingkan senyuman. Baginya tak ada yang salah, mungkin mereka yang belum mengerti. Alah, hanya gigitan semut. Lama-lama juga hilang sakitnya,seperti itulah ia menanggapi ejekan-ejekan itu.
“Guys, malam ini kita party, yuk” ajak Mira
“Iya, kita sudah lama tak bersenang-senang nih.” Timpal Sinta
“Setuju.....” jawab yang lain serempak
“Kamu, Rat? Tanya Vira
Ratna kembali mengembangkan senyum,”Maaf, Ratna tidak bisa ikut.”
“Alah, munafik. Dulu, kamu yang suka mengajak kita, sekarang malah kamu yang menolak, jangan sok sucilah, sampai kapan sih kamu tahan dengan jilbab jelekmu itu?” tukas Mira
Astaghfirullah. Ratna hanya dapat mengelus dadanya. Tak sepatahpun dapat keluar dari mulutnya sebagai bentuk pembelaan.
“Ok, kita tanya sekali lagi. Kamu mau ikut tidak?” tanya Vira kedua kalinya.
Lama Ratna menunduk, hatinya galau. Jika ia tetap kekeh pada jawaban tidaknya, teman-temannya pasti marah dan meninggalkannya, bahkan lebih parah, mereka tak mau kenal Ratna lagi. Semua merayu, mendesak, bahkan mengancam. Ratna makin Ragu.
“Rat, kita masih muda. Kalaupun sekarang kamu lepas jilbab dan ikut kita party, tidak akan ada yang marah. Jalan kita masih panjang buat insaf. Bukankah Allah itu maha pengampun, kalau sudah puas, sudah tua, barulah kita bertaubat, mudahkan? Jelas Sukma.
“Betul Rat, selagi masih muda, happy-happy saja dulu. Apa pakaianmu ini tidak membuat risih, ayolah jangan munafik. Yuk ikut kami?” bujuk Mira
Keadaan makin membuat Ratna tersudut,”Haruskah aku buktikan, aku tidak munafik. Tapi kenapa mereka mengatakan aku munafik, munafikkah jilbabku, munafikkah seseorang yang ingin berubah ke arah yang lebih baik, di mana, apanya yang munafik?”. Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Sungguh, ini sudah kelewatan, tapi Ratna mencoba untuk sabar. Jika ia turut dalam situasi panas ini, apa bedanya ia dengan ke lima temannya.
Saat situasi tenang, Ratna mencoba memberi penjelasan.”Teman-teman, Ratna punya sebuah gambaran.” Ia menghela napas, lalu bicara lagi. “Ada kue yang di jual di pinggir jalan. Tidak di tutup, semua orang boleh memegangnya, meraba, bahkan menjamah. Dan ada juga kue yang di simpan di etalase, tak sembarang orang boleh menyentuhnnya. Meski sederhana, namun ia terlihat cantik,bernilai dan terjaga dari tangan-tangan kotor.” Jelas Ratna.”Mana yang lebih mahal?” tanya Ratna sambil terseyum penuh arti. “Kalian menilai Ratna munafik, silahkan. Tapi Ratna yakin, apa yang Ratna perjuangkan sekarang adalah sesuatu yang benar.”
Semua masih tetap diam, jauh dari keadaan sebelumnya, Ratna di bombardir hingga tak sanggup melawan. Sekarang, mereka seperti terkena sihir, semua mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut Ratna. “Oya, satu lagi yang perlu kalian ketahui. Allah memang maha pengampun dan penerima taubat, tapi itu bukan jadi alasan kita mudah berbuat maksiat dan dosa. Jangan bangga dengan umur kita sekarang, tidak ada jaminan kita dapat hidup sampai tua.” Ratna berkoar-koar setelah lama menahan gejolak.
“Sudah bu ceramahnya? akhirnya selesai juga siraman rohani ustadzah Ratna kita. Yuk kita cabut, Percuma saja lama-lama di sini” Ajak Zia ketus
Semuanya beranjak pergi dengan raut wajah yang tak mengenakkan. “Maafkan aku. Bagi Ratna ini yang terbaik.”ucap Ratna
***
Malam harinya, ibu mengadukan kecemasannya pada ayah. “Yah, ibu takut pada keadaan Ratna sekarang?”
“Memangnya kenapa bu?”
“Ituloh pak, semenjak beberapa minggu ini, sikapnya berubah. Dia lebih banyak di luar, katanya ikut kegiatan mentoring, dan kalau di rumahpun ia tak banyak bicara, setelah membantu ibu kerjaannya hanya di kamar,mulutnya sering komat-kamit, saat di tanya,”Sedang Dzikir bu”. Ibu takut yah, Ratna ikut aliran sesat. Sebaiknya ayah larang dia ikut mentoring lagi.” Pinta ibu
Setelah mendengar penjelasan itu, ayah segera memanggil Ratna.
“Ada apa yah?” tanya Ratna
“Kata ibu kamu ikut mentoring di sekolah. Ayah mau tahu, apa saja yang kamu lakukan selama mengikuti kegiatan tersebut?” tanya ayah
“Iya, Ratna ikut kegiatan mentoring agar hidup Ratna lebih berwarna. Pertemuan di isi dengan mengkaji Al qur’an, diskusi, dan bakti sosial. Memang ada apa yah, tumben-tumbenan ayah bertanya hal ini pada Ratna?”
“Ratna, mulai saat ini kamu ayah minta untuk tidak mengikuti kegiatan mentoring lagi!” Lugas ayah
Mendengar itu, tentulah Ratna terkejut.”Kenapa yah? Apa yang salah dari kegiatan itu?”
“Banyak alasannya. Pertama, semenjak kamu ikut kegiatan itu kamu jarang di rumah, sering pulang sore, dan hari minggu saja kamu tak ada di rumah. Kedua, Ayah takut kamu ikut aliran sesat. Ibumu bilang kamu sering mengurung diri di kamar, komat-kamit sendiri, dan ketika di tanya, jawabannya selalu bilang sedang dzikir. Ketiga, kamu itukan di sekolahkan untuk belajar. Bukan untuk ikut kegiatan seperti itu.” Jelas ayah
Ratna tahu, orang tuanya pasti belum terbiasa dengan sikap barunya. Dengan hati-hati ia mencoba membela diri. “Ayah, Ratna tahu yang terbaik buat Ratna. Ayah harus percaya sama Ratna. Kegiatan itu positif, bukan aliran sesat, dan juga tidak mengganggu belajar Ratna di sekolah. Malah itu membuat Ratna semakin semangat menuntut ilmu.”
Tak dinyana, ayah menggebrak meja. “Ratna, teriak ayah. “Kamu sudah berani melawan ayah yah. Ayah tidak mau tahu apapun alasannya, kamu tidak boleh ikut mentoring lagi, paham!” Bentak ayah
“Tapi, yah” bela Ratna
“Sudah. ayah lelah. Awas kalau kamu ketahuan masih mengikuti mentoring itu lagi. Jangan sesali kalau ayah memindahkanmu ke SMA lain, atau memberhentikanmu sekolah!” bentak ayah kedua kalinya sambil pergi meninggalkan Ratna yang tak mampu menahan kesedihan, melelehkan air mata, terisak, dan lari ke kamarnya.
***
Tumpahan tangis itu kini membuncah lagi. Namun Ratna menangis di pelukan orang yang mengerti keadaannya. Mbak Nabila, salah satu mentor yang dekat dengannya.
“Lantas, karena semua halangan ini, membuat kamu jadi lemah dan putus asa?” Tanya mbak Nabila
Ratna melepaskan diri pelukan mentornya, dan mengusap air matanya.
“Ratna tidak tahu lagi mbak harus bagaimana. Ratna pikir ini adalah jalan terbaik dan semua orang terdekat akan mendukung. Nyatanya, tidak. Mereka malah memojokkan.” Jelas Ratna kembali sesegukan
Mbak Nabila terseyum, mendekat pada Ratna, dan membisikkan sesuatu ke telinganya. “Minta pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Jalan dakwah yang menghantarkan kita pada syurga tidak landai dan berbunga. Tapi menanjak, berkerikil, panas, dan penuh rintangan. Ratna, Sesuatu yang benar harus di iringi pula cara yang baik. Saran Mbak, kamu harus banyak intropeksi diri. Mungkin cara kamu, atau sikap kamu yang membuat mereka seperti itu. La tahzan, innallaha ma’ana”
Pelukan mereka semakin erat. Ratna semakin kuat menangis. Tangisan bahagia, kata-kata itu mengalir seperti mata air yang menentramkan. “Aku harus samangat. Kebahagian abadi itu tidak mudah di dapatkan. Tawa itu bukan nilai pasti dari kebahagian, ketika kita dapat menjalankan syariat Allah, meski penuh cacian, deraan, tangis juga dapat berarti bahagia.” Ucap hati Ratna.

SELESAI
Pontianak,mei 09.

IZINKAN AKU MENCINTAI

*Mahadaya senja

“Bagaimana Shi, sudah dapat pilihan yang tepat untuk masa depanmu?” tanya ayah.
“Belum yah, Shi bingung. Tidak ada yang dapat membuat hati Shi – Shi tertarik.” Jawab Shi
“Loh, kamu ini bagaimana? Sebentar lagi sudah tahun ajaran baru. Masak sampai sekarang masih belum ada yang di pilih. Yah sudah, ayah ada tawaran. Besok kita mencoba untuk mandaftar sekolah.” Jawab ayah
Keesokan harinya, ayah tepati janji. Dengan memakai baju kemaja dan celana botol beserta aksesoris tomboinya,Shi diajak untuk mendaftar di MAN 2. Dengan bangganya ayah mengajak Shi berkeliling sekolah itu, mengenalkannya sekaligus mengenang masa lalu ketika memjadi siswa di sekolah itu.
“Bagaimana Shi, baguskan sekolahnya, ini sekolah ayah dulu loh?”
“He….he…. bagus yah, suasananya sejuk. Nampaknya Shi – Shi bakalan betah deh di ini.” Senyum Shi nampak amat di paksakan. Sebenarnya hati ingin teriakan penolakan “Aku tidak mau sekolah di sini! Sekolah ini terlalu banyak peraturan!!!”. Tapi terima saja.Ia tak ingin memupuskan harapan sang ayah yang menginginkan anaknya yang badung ini jadi anak yang solehah.(ha….ha…ha…)
Setelah mendaftar, keesokan harinya, Shi di panggil untuk mengikuti tes,tapi harus menggunakan pakai seragam sekolah, bukannya seperti tempo hari. Adapun tesnya adalah mengaji, “OMJ, ngajiku kan tidak lancar. Bagaimana ini?” kesah Shi. Ya… wajar saja bila ia panas dingin mendengar ada tes mengaji. Secara, selama sekolah di Sekolah Dasar dan SMP ia jarang sekali yang namanya mengaji. Di SMP saja, kegiatan kerohanian hanya 1 jam di hari Sabtu. Tapi ia tak dapat mundur. Pantatnya sudah melekat di kursi, tinggal menyebutkan huruf – huruf arab yang terangkai indah itu.
“Hah…….selesai juga.” Ucapnya.
Akhirnya merekapun pulang, dan kini tinggal menunggu hasilnya. Selama 2 hari tiga malam ayah Shi tak dapat tidur nyenyak. Pasalnya ia amat khawatir jikalau anaknya itu tidak dapat lolos. Lain halnya dengan Shi, dia malah tidak ambil pusing dengan apa yang terjadi.”Nyantai aja ma, Allah tahu kok yang terbaik buat Shi. Kalau tidak lolos di sekolah itu, yah tinggal cari sekolah lain aja.” Jawabnya.
Hari yang ditunggupun tiba, sepasang mata sibuk memperhatikan papan pengumuman yang berisi dua ratus nama. Ia berharap ada satu nama yang ia kenal. Dan “Alhamdulillah, Shi kamu masuk, akhirnya anak ayah sekolah di sekolah agama” teriak ayah. Shi hanya menyunggingkan senyum terpaksanya lagi mendengar kabar yang menggembirakan bagi ayahnya itu.


***********

Sejak pagi Shi sibuk mondar – mandir di depan kaca. Sebentar – sebentar keningnya mengernyit, menghela napas panjang dan berteriak tak karuan. Belum lagi sang ayah yang cemas pada anaknya yang belum juga berada di meja makan padahal jam sudah menunjukkan pukul 6.30 Pagi. Sang ibu mengambil inisiatif untuk mmeriksa apa yang terjadi pada Shi.

“Ya Allah Shi, kamu itu mau ngapain. Mau sekolah atau mau perang. ha… ha..ha….. ada – ada saja kamu ini, kerudung kok di pakai kayak rembo begitu.” Tawa ibunya geli
“Ih mama…. Anaknya udah kayak gini, masih aja di ledeki. Bantuan dong ma masang kerudungnya, nanti Shi terlambat ke sekolah.”
Melihat wajah miris Shi, ibunyapun memasangkan kerudung anaknya. Walaupun tidak rapi, tapi Shi terlihat cantik dengan kerudung putih yang menjuntai di dadanya. “Wah, nggak nyangka ya, kakakku yang biasanya kayak preman, sekarang udah berubah jadi kayak mama dedek, eh mamah dedeh, wah dunia perlu tahu ni” ledek adiknya.
Tak kalah dengan kejadian yang terjadi di sekolah barunya. Ketika memasuki gerbang, semua mata tertuju pada sesosok siswi, siapa lagi kalau bukan Shi. Penampilannya yang Ngentrik dengan kalung rantai yang terbelit di leher serta lengan baju yang di singsing setinggi siku membuat semua mulut mencibirnya.
“Apa, liat – liat. Naksir ya” tanya Shi
“Siap yang naksir. Kamu ini aneh, ini sekolah MAN, sekolah agama. Penampilan kamu kok kayak gini, jaka sembung ke injak tai anget, kamu tuh nggak nyambung banget”ucap salah seorang siswi yang kemudian menjauh dari Shi - shi.
Shi menganggap itu semua angin lalu. Memang anaknya super cuek, yah dia anggap saja itu seperti gigitan semut, sakit tapi lama – lama juga hilang. Setelah melewati koridor, tiba – tiba senyumnya terkembang lebar. “Wah, ternyata sekolah ini bisa di ajak kompromi juga ya. Asyik banget nih kalu sekolah pakai celana. Aku nggak perlu jalan satu langkah lima kali goyang dengan rok yang menyeret sampai ketanah.” Ujarnya.
Selama masa penantian, akhirnya barulah ia dapati titik kerelaan untuk tetap bertahan di sekolah yang berbasic agama ini. Sudah 3 bulan ia menjadi siswi aliyah. Ia pernah berpikir, bahwa di atmosfer lingkungan seperti ini,ia tak akan pernah lagi bertemu dengan anak – anak yang senyawa dengannya;Badung, sleng’an, bandel,dll. Ternyata semua meleset, banyak juga siswa- siswi yang tidak patuh pada peraturan. Semua hatinya berbuat. Di dalam hatinya bertanya” Lantas mengapa mereka sekolah disini? Apakah sama sepertiku hanya untuk menyenangkan hati ayah? Katanya sekolah agama, tetapi kenapa anak – anaknya masih banyak yang bejat,brutal, dan acur?”.
Suatu hari kakak kelas mempromosikan kegiatan “Rohis” di kelas Shi. Awalnya ia tak begitu”ngeh” untuk mendengarkan. Tapi setelah di perkenalkan tentang agenda kegiatan rohis yang salah satunya adalah Jelam (Jelajah Alam), ia berubah semangat dan antusias mendengarkan. Pada hari Jum’at, setelah pulang ekskul semua anggota Rohis mengikuti kajian terpisah antara Ikhwan dan Akwat. Isi kajiannya antara lain mengupas makna ayat Al qur’an, siraman rohani, dan diskusi. Sungguh hal yang membosankan bagi Shi. “Kalau bukan karena Jelam, aku sudah pasti ngabur seperti teman – teman yang lain. Bayangkan dari 350 orang siswa – siswi, hanya 10 orang yang “feel” sama kegiatan ini.”
“Dek, gimana kajiannya. Seru gak?” Tanya kakak itu
“ Mau di jawab jujur atau bohong nih kak?” Shi balik bertanya
“Oh… ada paket nih ceritanya. Kalau gitu kakak milih adek jawab yang jujur aja deh.”
“Yang jujur, nggak enak benget. Boring, bosan, en al – al.” jawab Shi
“Kenapa, kok kamu ngerasa kegiatan ini ngebosenin ?” selidik kakak itu
“Habis nggak ada pertualangannya, suasananya adem ayem, coba kayak kegiatan yang lain. Boleh teriak – teriak, ngerumpi sambil nunggu mentor, ketawa – ketiwi juga nggak ada larangan. Tapi di rohis, ini salah itu salah. Lalu yang benar itu apa?” jawab Shi dengan menggebu – gebu
Kakak pengurus rohis itu tersenyum, wajahnya yang berwibawa membuat Shi sedikit menjaga sikapnya, tak seperti dengan yang lain, TTM (tak Tahu Malu).
“Dek, kakak juga dulu berpikir kayak gitu. Kenapa Rohis ini berbeda dengan yang lain. Contohnya aja, kenapa yang datang ke kegiatan ini nggak seramai kegiatan anak band yang nggak pernah sepi? Sekarang kakak baru tahu jawabannya. Bahwa banyak orang yang tidak menyadari bahwa sesuatu yang menurutnya menyenangkan saat ini belum tentu menyenangkan di kemudian hari. Di rohis ini, kita akan di bentuk jadi anak yang barani tampil beda dari yang lain. Jika yang lain memakai kerudung karena takut pada guru, kita memakainya karena itu perintah Allah. Jika mereka sekolah untuk mencari gebetan, kita sekolah untuk mencari ridho Allah, jika mereka hidup untuk mati, kita malah akan menjadikan hidup ini tempat mencari bekal untuk kehidupan yang lebih panjang lagi dan abadi.” Jelas kakak itu panjang lebar.
“Oh….gitu ya kak.” Shi manut – manut
“Oya dek, namanya siapa? dari tadi kita ngomong panjang lebar tapi nggak tahu namanya.”
“Nama saya Syifa Nabilah kak, tapi pangil saja saya Shi – shi biar kedengaran keren.”
“Panggilan Syifa itu jauh lebih keren lagi. Lebih islami. Oya kalau nama kakak Intifadah. Kakak aja bangga dengan nama kakak, nama itu adalah Doa loh.Orang tua kita juga udah capek – capek buat nama bagus, kita malah menggantinya. Hmm…. Afwan ya, kakak ada kajian lagi di luar. Kakak pamit dulu, eh tapi kakak mau tanya, udah pernah baca buku “Bukan muslimah sembarangan” belum?”
“belum kak, emang ada apa?” tanya Shi.
“Kalau belum, nih baca. Siapa tahu dapat hidayah. Terus nih kakak pinjamin kaset nasyid. Bagus, dan enak banget di dengar.” Jelas kak Intifadhah pada Shi.


********

Setelah semua pekerjaan telah selesai, Shi, eh Syifa mulai membuka selembar demi selembar buku yang di pinjamkan tadi sore. Lantunan lagu nasyidpun memenuhi ruang kamarnya. Ada sebuah perasaan tenang saat ini, setiap apa yang ia baca dan ia dengar seperti mengalirkan pemikiran – pimikiran jernih, mengencerkan isi kepalanya yang selama ini di penuhi dengan poster – poster britney Spear yang bugil dan lagu – lagu Metalica yang tak hanya bisa memekakkan telinga, tapi mungkin bisa membuat nenek – nenek koit.
“Bye…bye…Shi, and Welcome To Syifa Nabilah” teriaknya
Sekarang Syifa telah benar – benar berubah. Tak ada lagi jejak Shi yang tertinggal. Dari gaya berbicaranya, berjalan, dan berpikir ia sudah seperti seorang muslimah. Yang lebih mengejutkan adalah ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk di belikan jilbab, pakaian muslimah, dan rok panjang. Itu tentu saja seisi rumah terkejut, “Yah, kakak perlu di periksa ke dukun tuh. Siapa tahu kesambet” ucap adiknya. Tapi syifa tak lagi perduli dengan yang di katakana semua orang tentang perubahannya. Orang tua Syifa malah antusias dengan perubahan anaknya yang sempat tomboy beberapa waktu lalu.
Ini yang lebih mencengangkan. Hati Syifa ternyata sudah ada yang mengisinya. Setiap hari ia selalu mencoba untuk mengetahui kabar tentang lelaki itu. Dari orang – orang terdekat. Merasa belum puas ia mencari di tempat lain. Ketika nama lelaki itu di sebut, jantung Syifa langsung Dag…dig....dug. “Ya Rabb….inikah yang namanya cinta. Benarkah seorang Syifa bisa mencintai orang seperti dia?. Suatu malam ibu Syifa menemukan sebuah puisi yang isinya untuk pujaan hati. Puisi itu membuat ibunya bertanya- tanya apakah perubahan anaknya selama ini karena hanya untuk mendapat cinta seseorang?


Tiada kata terindah yang dapat kuluapkan
Bersama membuncahnya rasa cintaku padamu
Membuat angan ini tak pernah henti
Untuk dapat menatap wajahmu,merengkuhmu, dan mencium tanganmu

Cintaku untukmu akan selalu kujaga
Tak boleh ada lelaki lain yang boleh menggantikannya di hatiku
Karena aku ingin mereguk kesyahduan mengenalmu
Mengagumimu lewat cerita orang atas kearifanmu
Kasih sayangmu

Wahai pujaanku,
Izinkan aku untuk mencintaimu
Walau hanya dalam kata ku luapkan rasa
Biarkan setiap hari kubawa sekeranjang salam untukmu
Hanya untukmu

Ya rabb,berikan jalan agar kami dapat bertemu
Karena aku ingin ungkapan satu kata
Bahwa aku mencintainya
Dan aku mendapatkan cintaMu pula.


By:pengagum (Syifa Nabilah)



*********

“Syifa, sudah lama kupendam rasa ini. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika aku tak katakan perasaanku padamu. Aku suka padamu, wajah dan perangaimu sungguh membuatku tak ingin jauh darimu. Aku tahu, dulu ketika SMP, aku pernah menolak cintamu. Tapi aku harap kau lupakan masa lalu. Kita hidup di masa sekarang, dan aku sekarang mencintaimu. Maukah kau jadi pacarku?”
Syifa tertunduk.”Kenapa? kenapa kau baru datang sekarang. Kenapa ketika aku ingin setia kau datang tawarkan cinta yang lain. Aku harus bagaimana. Tuhan, tolong aku.”
“Tolong syifa jawab pertanyaanku. Maukah kau terima aku jadi pacarmu?”
Syifa memejamkan mata dalam – dalam seraya menghela napas, dan menjawab” tentu saja……”
“Benarkah kau mau jadi pacarku?”
Syifa tersenyum “ Afwan…jawabannya terpotong. Tentu saja Syifa menolakmu. Syifa ingin belajar setia untuk satu cinta saja.” Ucapnya sambil berlalu
“Syifa…siapa lelaki itu? Aku ingin bertemu dengannya.syifa…..”

Sayang,Syifa telah lama hilang di antara gerombolan siswa – siswi yang lain. Syifa sempat mendengar kata – kata terakhir lelaki yang baru saja mengutarakan cinta padanya.”kalau kamu mau bertemu dengannya. Berusahalah untuk dapat masuk surga. Karena jika kamu ke neraka, jangan harap dapat bertemu dengannya.^_^

IZINKAN AKU MENCINTAI

*Mahadaya senja


“Bagaimana Shi, sudah dapat pilihan yang tepat untuk masa depanmu?” tanya ayah.
“Belum yah, Shi bingung. Tidak ada yang dapat membuat hati Shi – Shi tertarik.” Jawab Shi
“Loh, kamu ini bagaimana? Sebentar lagi sudah tahun ajaran baru. Masak sampai sekarang masih belum ada yang di pilih. Yah sudah, ayah ada tawaran. Besok kita mencoba untuk mandaftar sekolah.” Jawab ayah
Keesokan harinya, ayah tepati janji. Dengan memakai baju kemaja dan celana botol beserta aksesoris tomboinya,Shi diajak untuk mendaftar di MAN 2. Dengan bangganya ayah mengajak Shi berkeliling sekolah itu, mengenalkannya sekaligus mengenang masa lalu ketika memjadi siswa di sekolah itu.
“Bagaimana Shi, baguskan sekolahnya, ini sekolah ayah dulu loh?”
“He….he…. bagus yah, suasananya sejuk. Nampaknya Shi – Shi bakalan betah deh di ini.” Senyum Shi nampak amat di paksakan. Sebenarnya hati ingin teriakan penolakan “Aku tidak mau sekolah di sini! Sekolah ini terlalu banyak peraturan!!!”. Tapi terima saja.Ia tak ingin memupuskan harapan sang ayah yang menginginkan anaknya yang badung ini jadi anak yang solehah.(ha….ha…ha…)
Setelah mendaftar, keesokan harinya, Shi di panggil untuk mengikuti tes,tapi harus menggunakan pakai seragam sekolah, bukannya seperti tempo hari. Adapun tesnya adalah mengaji, “OMJ, ngajiku kan tidak lancar. Bagaimana ini?” kesah Shi. Ya… wajar saja bila ia panas dingin mendengar ada tes mengaji. Secara, selama sekolah di Sekolah Dasar dan SMP ia jarang sekali yang namanya mengaji. Di SMP saja, kegiatan kerohanian hanya 1 jam di hari Sabtu. Tapi ia tak dapat mundur. Pantatnya sudah melekat di kursi, tinggal menyebutkan huruf – huruf arab yang terangkai indah itu.
“Hah…….selesai juga.” Ucapnya.
Akhirnya merekapun pulang, dan kini tinggal menunggu hasilnya. Selama 2 hari tiga malam ayah Shi tak dapat tidur nyenyak. Pasalnya ia amat khawatir jikalau anaknya itu tidak dapat lolos. Lain halnya dengan Shi, dia malah tidak ambil pusing dengan apa yang terjadi.”Nyantai aja ma, Allah tahu kok yang terbaik buat Shi. Kalau tidak lolos di sekolah itu, yah tinggal cari sekolah lain aja.” Jawabnya.
Hari yang ditunggupun tiba, sepasang mata sibuk memperhatikan papan pengumuman yang berisi dua ratus nama. Ia berharap ada satu nama yang ia kenal. Dan “Alhamdulillah, Shi kamu masuk, akhirnya anak ayah sekolah di sekolah agama” teriak ayah. Shi hanya menyunggingkan senyum terpaksanya lagi mendengar kabar yang menggembirakan bagi ayahnya itu.


***********

Sejak pagi Shi sibuk mondar – mandir di depan kaca. Sebentar – sebentar keningnya mengernyit, menghela napas panjang dan berteriak tak karuan. Belum lagi sang ayah yang cemas pada anaknya yang belum juga berada di meja makan padahal jam sudah menunjukkan pukul 6.30 Pagi. Sang ibu mengambil inisiatif untuk mmeriksa apa yang terjadi pada Shi.

“Ya Allah Shi, kamu itu mau ngapain. Mau sekolah atau mau perang. ha… ha..ha….. ada – ada saja kamu ini, kerudung kok di pakai kayak rembo begitu.” Tawa ibunya geli
“Ih mama…. Anaknya udah kayak gini, masih aja di ledeki. Bantuan dong ma masang kerudungnya, nanti Shi terlambat ke sekolah.”
Melihat wajah miris Shi, ibunyapun memasangkan kerudung anaknya. Walaupun tidak rapi, tapi Shi terlihat cantik dengan kerudung putih yang menjuntai di dadanya. “Wah, nggak nyangka ya, kakakku yang biasanya kayak preman, sekarang udah berubah jadi kayak mama dedek, eh mamah dedeh, wah dunia perlu tahu ni” ledek adiknya.
Tak kalah dengan kejadian yang terjadi di sekolah barunya. Ketika memasuki gerbang, semua mata tertuju pada sesosok siswi, siapa lagi kalau bukan Shi. Penampilannya yang Ngentrik dengan kalung rantai yang terbelit di leher serta lengan baju yang di singsing setinggi siku membuat semua mulut mencibirnya.
“Apa, liat – liat. Naksir ya” tanya Shi
“Siap yang naksir. Kamu ini aneh, ini sekolah MAN, sekolah agama. Penampilan kamu kok kayak gini, jaka sembung ke injak tai anget, kamu tuh nggak nyambung banget”ucap salah seorang siswi yang kemudian menjauh dari Shi - shi.
Shi menganggap itu semua angin lalu. Memang anaknya super cuek, yah dia anggap saja itu seperti gigitan semut, sakit tapi lama – lama juga hilang. Setelah melewati koridor, tiba – tiba senyumnya terkembang lebar. “Wah, ternyata sekolah ini bisa di ajak kompromi juga ya. Asyik banget nih kalu sekolah pakai celana. Aku nggak perlu jalan satu langkah lima kali goyang dengan rok yang menyeret sampai ketanah.” Ujarnya.
Selama masa penantian, akhirnya barulah ia dapati titik kerelaan untuk tetap bertahan di sekolah yang berbasic agama ini. Sudah 3 bulan ia menjadi siswi aliyah. Ia pernah berpikir, bahwa di atmosfer lingkungan seperti ini,ia tak akan pernah lagi bertemu dengan anak – anak yang senyawa dengannya;Badung, sleng’an, bandel,dll. Ternyata semua meleset, banyak juga siswa- siswi yang tidak patuh pada peraturan. Semua hatinya berbuat. Di dalam hatinya bertanya” Lantas mengapa mereka sekolah disini? Apakah sama sepertiku hanya untuk menyenangkan hati ayah? Katanya sekolah agama, tetapi kenapa anak – anaknya masih banyak yang bejat,brutal, dan acur?”.
Suatu hari kakak kelas mempromosikan kegiatan “Rohis” di kelas Shi. Awalnya ia tak begitu”ngeh” untuk mendengarkan. Tapi setelah di perkenalkan tentang agenda kegiatan rohis yang salah satunya adalah Jelam (Jelajah Alam), ia berubah semangat dan antusias mendengarkan. Pada hari Jum’at, setelah pulang ekskul semua anggota Rohis mengikuti kajian terpisah antara Ikhwan dan Akwat. Isi kajiannya antara lain mengupas makna ayat Al qur’an, siraman rohani, dan diskusi. Sungguh hal yang membosankan bagi Shi. “Kalau bukan karena Jelam, aku sudah pasti ngabur seperti teman – teman yang lain. Bayangkan dari 350 orang siswa – siswi, hanya 10 orang yang “feel” sama kegiatan ini.”
“Dek, gimana kajiannya. Seru gak?” Tanya kakak itu
“ Mau di jawab jujur atau bohong nih kak?” Shi balik bertanya
“Oh… ada paket nih ceritanya. Kalau gitu kakak milih adek jawab yang jujur aja deh.”
“Yang jujur, nggak enak benget. Boring, bosan, en al – al.” jawab Shi
“Kenapa, kok kamu ngerasa kegiatan ini ngebosenin ?” selidik kakak itu
“Habis nggak ada pertualangannya, suasananya adem ayem, coba kayak kegiatan yang lain. Boleh teriak – teriak, ngerumpi sambil nunggu mentor, ketawa – ketiwi juga nggak ada larangan. Tapi di rohis, ini salah itu salah. Lalu yang benar itu apa?” jawab Shi dengan menggebu – gebu
Kakak pengurus rohis itu tersenyum, wajahnya yang berwibawa membuat Shi sedikit menjaga sikapnya, tak seperti dengan yang lain, TTM (tak Tahu Malu).
“Dek, kakak juga dulu berpikir kayak gitu. Kenapa Rohis ini berbeda dengan yang lain. Contohnya aja, kenapa yang datang ke kegiatan ini nggak seramai kegiatan anak band yang nggak pernah sepi? Sekarang kakak baru tahu jawabannya. Bahwa banyak orang yang tidak menyadari bahwa sesuatu yang menurutnya menyenangkan saat ini belum tentu menyenangkan di kemudian hari. Di rohis ini, kita akan di bentuk jadi anak yang barani tampil beda dari yang lain. Jika yang lain memakai kerudung karena takut pada guru, kita memakainya karena itu perintah Allah. Jika mereka sekolah untuk mencari gebetan, kita sekolah untuk mencari ridho Allah, jika mereka hidup untuk mati, kita malah akan menjadikan hidup ini tempat mencari bekal untuk kehidupan yang lebih panjang lagi dan abadi.” Jelas kakak itu panjang lebar.
“Oh….gitu ya kak.” Shi manut – manut
“Oya dek, namanya siapa? dari tadi kita ngomong panjang lebar tapi nggak tahu namanya.”
“Nama saya Syifa Nabilah kak, tapi pangil saja saya Shi – shi biar kedengaran keren.”
“Panggilan Syifa itu jauh lebih keren lagi. Lebih islami. Oya kalau nama kakak Intifadah. Kakak aja bangga dengan nama kakak, nama itu adalah Doa loh.Orang tua kita juga udah capek – capek buat nama bagus, kita malah menggantinya. Hmm…. Afwan ya, kakak ada kajian lagi di luar. Kakak pamit dulu, eh tapi kakak mau tanya, udah pernah baca buku “Bukan muslimah sembarangan” belum?”
“belum kak, emang ada apa?” tanya Shi.
“Kalau belum, nih baca. Siapa tahu dapat hidayah. Terus nih kakak pinjamin kaset nasyid. Bagus, dan enak banget di dengar.” Jelas kak Intifadhah pada Shi.


********

Setelah semua pekerjaan telah selesai, Shi, eh Syifa mulai membuka selembar demi selembar buku yang di pinjamkan tadi sore. Lantunan lagu nasyidpun memenuhi ruang kamarnya. Ada sebuah perasaan tenang saat ini, setiap apa yang ia baca dan ia dengar seperti mengalirkan pemikiran – pimikiran jernih, mengencerkan isi kepalanya yang selama ini di penuhi dengan poster – poster britney Spear yang bugil dan lagu – lagu Metalica yang tak hanya bisa memekakkan telinga, tapi mungkin bisa membuat nenek – nenek koit.
“Bye…bye…Shi, and Welcome To Syifa Nabilah” teriaknya
Sekarang Syifa telah benar – benar berubah. Tak ada lagi jejak Shi yang tertinggal. Dari gaya berbicaranya, berjalan, dan berpikir ia sudah seperti seorang muslimah. Yang lebih mengejutkan adalah ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk di belikan jilbab, pakaian muslimah, dan rok panjang. Itu tentu saja seisi rumah terkejut, “Yah, kakak perlu di periksa ke dukun tuh. Siapa tahu kesambet” ucap adiknya. Tapi syifa tak lagi perduli dengan yang di katakana semua orang tentang perubahannya. Orang tua Syifa malah antusias dengan perubahan anaknya yang sempat tomboy beberapa waktu lalu.
Ini yang lebih mencengangkan. Hati Syifa ternyata sudah ada yang mengisinya. Setiap hari ia selalu mencoba untuk mengetahui kabar tentang lelaki itu. Dari orang – orang terdekat. Merasa belum puas ia mencari di tempat lain. Ketika nama lelaki itu di sebut, jantung Syifa langsung Dag…dig....dug. “Ya Rabb….inikah yang namanya cinta. Benarkah seorang Syifa bisa mencintai orang seperti dia?. Suatu malam ibu Syifa menemukan sebuah puisi yang isinya untuk pujaan hati. Puisi itu membuat ibunya bertanya- tanya apakah perubahan anaknya selama ini karena hanya untuk mendapat cinta seseorang?


Tiada kata terindah yang dapat kuluapkan
Bersama membuncahnya rasa cintaku padamu
Membuat angan ini tak pernah henti
Untuk dapat menatap wajahmu,merengkuhmu, dan mencium tanganmu

Cintaku untukmu akan selalu kujaga
Tak boleh ada lelaki lain yang boleh menggantikannya di hatiku
Karena aku ingin mereguk kesyahduan mengenalmu
Mengagumimu lewat cerita orang atas kearifanmu
Kasih sayangmu

Wahai pujaanku,
Izinkan aku untuk mencintaimu
Walau hanya dalam kata ku luapkan rasa
Biarkan setiap hari kubawa sekeranjang salam untukmu
Hanya untukmu

Ya rabb,berikan jalan agar kami dapat bertemu
Karena aku ingin ungkapan satu kata
Bahwa aku mencintainya
Dan aku mendapatkan cintaMu pula.


By:pengagum (Syifa Nabilah)



*********

“Syifa, sudah lama kupendam rasa ini. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika aku tak katakan perasaanku padamu. Aku suka padamu, wajah dan perangaimu sungguh membuatku tak ingin jauh darimu. Aku tahu, dulu ketika SMP, aku pernah menolak cintamu. Tapi aku harap kau lupakan masa lalu. Kita hidup di masa sekarang, dan aku sekarang mencintaimu. Maukah kau jadi pacarku?”
Syifa tertunduk.”Kenapa? kenapa kau baru datang sekarang. Kenapa ketika aku ingin setia kau datang tawarkan cinta yang lain. Aku harus bagaimana. Tuhan, tolong aku.”
“Tolong syifa jawab pertanyaanku. Maukah kau terima aku jadi pacarmu?”
Syifa memejamkan mata dalam – dalam seraya menghela napas, dan menjawab” tentu saja……”
“Benarkah kau mau jadi pacarku?”
Syifa tersenyum “ Afwan…jawabannya terpotong. Tentu saja Syifa menolakmu. Syifa ingin belajar setia untuk satu cinta saja.” Ucapnya sambil berlalu
“Syifa…siapa lelaki itu? Aku ingin bertemu dengannya.syifa…..”

Sayang,Syifa telah lama hilang di antara gerombolan siswa – siswi yang lain. Syifa sempat mendengar kata – kata terakhir lelaki yang baru saja mengutarakan cinta padanya.”kalau kamu mau bertemu dengannya. Berusahalah untuk dapat masuk surga. Karena jika kamu ke neraka, jangan harap dapat bertemu dengannya.^_^

APKAS

Karya: Mahadaya Senja

”Rin, maafkan aku yang menyayangimu. Jangan marah pada Dinda, karena dia tidak salah. Aku bahagia, walau hanya sebentar. Tapi sungguh aku bahagia. Tuhan telah berikan kesempatan aku untuk mengenalmu, untuk dapat perhatian padamu, menjadi penjaga jiwamu.”
Aku tahu ada yang berubah. Tapi aku hanya dapat bungkam. Hanya saja, kalau aku terus diam, aku tak mau itu terjadi "ih ... jijik". Semakin hatiku bertanya mengapa dia berubah, aku semakin berpikiran yang tidak-tidak padanya. "Apa dia??? Ah.. sudahlah. Jangan dipikirkan."
Siang itu badanku terasa panas. Wah ... narnpaknya aku akan demam. Hingar bingar kelas, celotehan Danu si mulut ember, hanya seperti bunyi kentut olehku yang semakin dapati tubuh ini semakin lemah.
"Rin, kenapa?" tanya Dinda
"Mmm ...tidak, ada apa” Jawabku gelagapan karena kehadirannya secara tiba-tiba.
"Bohong...., muka kamu merah. Kamu sakit ya?" tanya Dinda semakin serius.
"Ya ampun, aku tidak sakit Dindaku, sayang. Sudahlah aku sehat." Ucapku sambil mencubit pipinya.
Keesokan harinya, panas badanku belum juga turun. Batuk bersarang di tenggorokan, sakit sekali, aku jadi tak konsen belajar.
"Au ... kenapa ini? Aduh .... perutku sakit.” Tiba - tiba saja aku sakit perut. Dan au... aku makin merasa kesakitan. O... Tuhan, lengkap sudah penderitaanku. Sakit kepala, panas, dan kini di tambah lagi sakit perut. Aku hanya dapat meringkih pelan, jangan sampai ada yang tahu kalau aku sakit. Tapi aduh....., sakitnya semakin menjadi-jadi.
"Ini, minyak kayu putih, semoga dapat membantu "ucap Dinda sambil meletakkan barang itu di atas meja.
Kuucapkan terima kasih padanya ketika ia berlalu dari hadapanku. "Semoga dapat membantu", ya mungkin saja. Saat istirahat, kulihat Dinda sedang menulis sesuatu sendiri, aku menghampirinya.
”Terimakasih, kamu sangat perhatian" ucapku.
”Sama-sama. Memangnya kamu sakit apa? Lagi haid? Tanyanya.
Aku menggeleng, dan itu menjadi jawaban singkat yang tak perlu di korek lagi alasannya.
"Dinda, kemarin waktu kamu nelpon menanyakan aku sudah pulang atau belum, bibi aku bilang"Teman kamu itu perhatian sekali sih."
"Lalu kamu bilang apa?" tanya Dinda.
"Ya aku bilang, mungkin kamu memang seperti itu. Perhatian sama semua orang."ucapku.
Dinda menatapku sambil tertawa. Lalu pergi untuk menghantarkan tugasnya.
*****
Hawa malam tak begitu menggigit, tapi dingin sangat menusuk tulang. Aku menggigil di kamar sendiri, hanya sendirian. Aku tak mau merepotkan paman dan bibi. Aku tahu diri, jauh dari orang tua harus membuat aku mandiri. Maka aku harus kuat untuk melawan sakit ini.
"Tok ... tok ... tok... "
Terdengar suara pintu depan di ketuk. Aku terpaksa bangun untuk membukakan pintu, kebetulan semua sedang pergi. Setelah pintu kubuka, tak ada siapa-siapa. Aku menebar pandangan ke sekeliling halaman, dan memang tidak ada orang. Pandanganku langsung tertuju pada kantong yang tergeletak di teras. Kuperiksa, dan ternyata sebungkus wedang jahe yang masih hangat. Kupungut barang itu dan kubawa masuk kedalam. Setelah kubuka, secarik kertas jatuh dari dalam kantong itu.



Minumlah, semoga jadi lebih baik.
APKAS
Aku masuk dengan penuh kecurigaan. Semua orang aku curigai. pengirimnya cowok/cewek? Kenapa dia tahu aku sakit? Siapa si Apkas ini? Aah....dari pada aku memusingkan siapa pemberinya, lebih baik kuminum wedang jahenya sebelum dingin.
*****
Seminggu sudah aku tak berdaya. Sakitku tak kunjung pergi, membuat aku lemas di kelas. Tak ada yang tahu sakitnya aku, kecuali sapu tangan yang selalu kubawa kesana kemari, dia begitu berarti saat ini.
Namun lagi-lagi persaan ini menghantui. Aku merasa ada mata yang selalu mengarah padaku, terutama ketika aku batuk atau merebahkan kepala di atas meja. Hust... ! Aku tak boleh Su'udzon, siapa tahu dia sedang melihat yang lain.
Tapi tunggu, ada yang aneh. Ok, tatapan boleh buat orang lain. Tapi, perhatiannya? Kenapa berlebihan? Setiap kali aku sakit, dia selalu mencoba untuk memberi perhatian. Ya, mungkin dia menganggap kau sahabat. Tapi, kenapa perhatiannya lain, seperti perhatian seorang kekasih, apa jangan-jangan dia....???!!! Aku tak oleh berburuk sangka pada orang baik.
Siang itu aku tak percaya. Sebuah bungkusan berisi makanan dan minuman ada di dalam tasku. Siapa pengirimnya? APKAS, lagi-lagi dia. Kecurigaanku tertuju pada teman sekelas kupandangi satu persatu, siapa tahu aku bisa melacak siapa orang di balik ini semua. Dinda, alibiku mengatakan dia yang melakukan ini semua. Jangan-jangan Apkas itu Dinda? Habisnya hanya dia yang saat ini yang begitu perhatian dengan keadaanku. Ingin kutanyakan ini padanya, tapi aku takut, takut dia marah dan tersinggung. Akhirnya aku hanya dapat diam, terima saja semua.
Makanan, obat terus mengalir padaku. Minyak kayu putih milik Dinda selalu kuoleskan ke sapu tangan untuk membantu melapangkan hidungku yang mampet. Lalu makanannya? Tak kuketahui siapa yang memberi.
Ketika pulang les, tubuhku semakin sakit. Kepala terasa berat. Aku ingin cepat pulang. Catatanku berantakan, akhirnya aku bermaksud meminjam catatan Dinda.
"Din, pinjam catatanmu dong?"
Dinda malah cengengesan,"He..he ... he..., catatanku tak begitu lengkap. Nanti malam saja, catatannya akan kuantarkan ke rumahmu."
"Tak perlu, nanti saja. Lagi pula besokkan tidak ada pelajarannya.
"Tak masalah, aku antarkan ya kerumahmu, kalau tidak nanti sore ya malamnya."
"Din, tak usah. Aku tak begitu memerlukannya. Besok saja ketika di sekolah jangan memaksakan diri!" Ucapku
"Aku tak memaksakan diri, tenang saja, pasti antarkan bukunya. ok bos?" jawabnya memberi kepastian.
"Din, kenapa kamu begitu perhatian padaku. Kamu itu bukan siapa-siapa aku. Sudah kukatakan, tidak perlu nanti sore atau nanti malam!!! Kenapa harus memaksakan diri." Bentakku pada Dinda.
"Baiklah kalau kamu minta itu. Ya.. kau memang bukan siapa-siapa." Ucap Dinda sambil keluar dari kelas.
Sampai saat ini aku masih merasa bersalah padanya. Bodoh, kenapa aku harus mmbentak Dinda. Bicara baik-baikkan bisa? Aku memang tidak tahu diri, sudah banyak di tolong, seharusnya balas jasa, ini malah menyakitkan.
Minta maaf kerumahnya, mustahil! Sudah jam 11 malam, mengganggu orang saja. Tak lama kemudian telpon menjerit minta di angkat.
"Halo... "ucapku
"Nurin, ini Nurinkan?" tanya suara itu
"Ya, ini siapa?"
"Dinda."
"Rin, Dinda Cuma mau minta maaf atas kejadian tadi ketika les. aku merasa bersalah. Mungkin perhatian aku selama ini terlalu berlebihan. Maaf ya..."
"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku terlalu egois. Aku tak bisa mengontrol emosi. Tak seharusnya aku membentakmu, aku tahu kamu hanyat ingin berbuat baik."
Setelah itu lama kami senyap, sama-sama diam. Tak ada yang mau angkat bicara. "Cinderella, maafkan aku" tiba-tiba suara dipenghujung telpon itu berubah menjadi suara laki-laki.
"Dinda ... kamu masih disitukan?" tanyaku
"Cinderella, izinkan aku bicara." Suara itu memotong. Suara itu bukan suara Dinda.
"Kamu bukan Dinda. Ini siapa? Mana Dinda? Kenapa kamu tahu tentang Cinderella?" tanyaku
"Aku takkan pernah melupakan panggilan buat orang yang aku sayang."
"Ini siapa?" tanyaku penasaran
”Masih ingat laki-laki yang sering bertengkar denganmu gara-gara kita sering beda pendapat saat diskusi di kelas?" tanya suara itu.
Deg. Siapa dia. Mana mungkin dia.....
"Rin, ini aku Fairuz."
Gagang telpon itu terlepas dari genggamanku setelah ku dengar nama itu. Jantungku berdegub kencang, desahan nafasku mewakili ketakutan dan ketidak percayaan.
"Din, aku tak suka main-main. Please, aku mau bicara dengan Dinda. mana mungkin kamu Fairuz, dia sudah mati."
"Izinkan aku jelaskan semua. Diam dan dengarkan, jangan matikan telponnya sebelum kamu dengar semua." Pinta suara itu
Baiklah aku akan diam, akan kudengarkan dia bicara. Tak lama kemudian terdengar tarikan nafas dalam, suara itu mulai bicara.
"Mungkin kamu tak percaya orang yang sudah mati bisa bicara dengan orang yang masih hidup. Tapi inilah aku. Sebelum aku meninggal aku memendam satu rahasia besar. Aku menaruh sayang pada seseorang, seseorang yang setiap hari jadi lawanku berdebat kusir ketika diskusi. Kasih sayangku padanya lebih dari teman-teman wanita yang lain. Entah karena alasan apa, aku berusaha menjadi orang yang selalu ada untuknya. Sayang aku tak punya keberanian untuk rasa itu, dan lebih sayangnya lagi , aku sudah lebih dulu di panggil oleh Tuhan.
Aku mati membawa penyesalan. Aku meminta pada Tuhan:
Tuhan, Andai Kau beri aku satu kesempatan akan kujaga dirinya dalam setiap nafasku. Tolong beri aku satu kesempatan lagi.
Akhirnya Tuhan kabulkan pintaku itu. Rin, kamu masih di situkan?"
"Ya ... aku masih di sini. Ta..tapi apa hubungan kamu dengan Dinda?" tanyaku menyelidiki. Sejauh ini aku masih tak percaya dengan yang terjadi.
"Aku pernah di rawat satu ruangan di Rumah sakit bersama Dinda. kami berkenalan, kita dekat, dan saling bercerita satu sama, lain. Dinda tahu tentang rasa hatiku padamu. Suatu keajaiban aku dapati kau berteman dengannya.
Kamu tahu, aku masih makin tak sanggup menyimpan semua ini ketika malam itu, setelah kalian pulang kerja kelompok, begitu tulisnya Dinda biarkan dirinya kedinginan, memberikan jaketnya untuk kau pakai. Aku merasa 3 bulan tak dapat tenang, sudah merupakan penderitaan yang berat, terkatung-katung di dua antara dunia. Aku lihat kamu juga sakit, sendirian di sini, akhirnya ku putuskan memakai tubuh Dinda, agar aku dapat melepas semua yang kutahan selama ini. Aku dapat menyayangimu seperti Dinda menyayangi temannya. Aku dapat selalu di sampingmu, walau aku hanya bisa memberikan sebatas yang aku mampu.
Rin, maafkan aku yang menyayangimu. Jangan marah pada Dinda, karena dia tidak salah. Aku bahagia, walau hanya sebentar. Tapi sungguh aku bahagia. Tuhan telah berikan kesempatan aku untuk mengenalmu, untuk dapat perhatian padamu, menjadi penjaga jiwamu.
APKAS itu Fairuz.
Aku Perhatian Karena Aku Sayang.
Tut... tut..tut...
Suara itu tinggalkan aku dengan kepedihan yang mendalam. Air mataku menderas, terisak-isak dan tak mampu kutahan. Jiwaku semakin meronta, aku temukan siapa itu Apkas, dan kenapa Dinda sangat perhatian padaku. Aku bahagia, tapi duka juga merundungku, aku kehilangan, belahan jiwa.
Keesokan harinya aku bergegas ke sekolah. Berharap temukan Dinda. tapi, aku salah. Hari ini tak ada Dinda, dan takkan pernah ada Dinda lagi yang perhatian padaku. Kabar yang sampai, mengatakan Dinda meninggal tadi malam, sakit jantungnya tak dapat di tolong.
Mataku semakin sembab. Aku di tinggal lagi oleh orang yang pernah sayang padaku. Kini, siapa lagi yang akan memberikan aku perhatian?
"Tadi malam Dinda sempat menelponku. Aku tak percaya kini dia telah pergi. Begitu cepat rasanya." Lagi-lagi aku hanya bisa menangis.
"Jam berapa dia menelponmu?" tanya Lauren, temanku.
" Sekitar jam 12 malam" jawabku
"Hah. Mana mungkin. Kamu mimpi ya.. Dinda itu meninggal jam 9. Makanya tidur itu baca doa, Ha.....ha ......”
Aku segera tersadar, keringat telah membasahi pakaianku. Aku mencoba menenangkan nafasku yang terengah-engah. ”Syukurlah." Ucapku sambil mengusap dada.
Februari 2009

Salam hangat Mahadaya Senja

Banyak orang yang melupakan suatu saat yang sebenarnya indah. kala senja telah remang tertutup gelap. di saat matahari telah bermandikan cahaya keemasan. hampir semua orang melupakannya, melupakan mahadaya terindah. saat matahari setengah beranjak,antara tetap di ufuk atau terbenam, coba sedikit saja kalian luangkan waktu kalian yang super padat dengan berbagai pekerjaan itu untuk menatap senja di atas batu karang. wawww...... sungguh indah. aku yakin mulutmu tak kan pernah berhenti berkomat - kamit mengagungkan Dzat yang memilikinya. yah, aku hanya ingin kalian juga rasakan apa yang telah aku rasakan. ketika aku dongakkan kepalaku ke langit lepas, senja tersenyum. melambaikan tangannya. seakan mengajakku untuk singgah ke peraduannya. ayo coba saja, aku yakin kalian akan temukan kekuatan yang tak pernah habis ketika melihat senja.