Java Script

Sunday, July 1, 2012

Belajar Arti Hari Kelulusan


“Biarkanlah mereka bersenang-senang hari ini (dihari kelulusan). Biarkanlah mereka jadi penguasa jalanan sehari. Bebaskan mereka berkomvoi. Karena setelah hari ini, mereka pasti akan serius. Serius memikirkan kampus mana yang mau meloloskannya. Mencari dimana tempat kerja yang mau menerima. Syukur-syukur jika nilainya bagus. Kalau jelek ??? Melamar wanita saja!” Sabtukemarin (26/5), hari yang ditunggu bagi siswa/i kelas XII Kota Pontianak. Pasalnya hari ini mereka akan menerima hasil belajar selama tiga tahun di Sekolah Menengah Atas. Walaupun ada ganjalan di hati, tidak adil rasanya bila hasil belajar tiga tahun hanya ditentukan oleh nilai yang diperoleh selama beberapa hari dalam Ujian Nasional. Tapi namanya juga hidup bernegara, yah harus patuh dengan peraturan yang ada dinegeri ini, selama peraturan itu sesuai dengan kaidah berbangsa dan beragama. Bila siswa ditanya tentang cara menyikapi hari kelulusan, pasti mereka akan menjawab dengan jawaban yang beragam. Makan-makan, adakan selamatan, langsung sujud syukur, puasa, sedekah, liburan, dan masih banyak lagi. Ada pula yang biasa-biasa saja menyikapinya, dan ada pula yang dengan berkomvoi bersama siswa/i lainya yang lulus. Baju mereka kebanyakan sengaja dicoret-coret dan ditanda tangan. “Buat kenang-kenangan”begitu pendapat sebagian siswa dan juga sebagai bukti bahwa, “Aku ni lulus,loh”. Lalu mereka beramai-ramai komvoi dijalanan. Hal yang sangat disayangkan adalah aksi mereka yang seringkalimengundang bahaya buat dirinya sendiri bahkan membahayakan orang lain. Saya pernah terjebak diantara segerombolan siswa yang sedang konvoi di daerah Ambawang. Mereka semua berkumpul ditempat yang sepi lalu lalang kendaraan. Ketika sudah saatnya bergerak, mereka mengikuti satu perintah dari orang yang berada dibarisan paling depan. Mereka bergerak menuju arah A. Yani. Saya tepat berada ditengah mereka dan tidak bisa kemana-kemana. Sesekali mereka yang membawa bendera putih yang sudah dicoret-coret berdiri diatas jok motor sambil mengayun-ayunkan bendera yang dipegangnya. Selain itu ada pula yang berdiri diatas jok motor sambil membuka baju seragamnya lalu memutar-mutar baju itu di atas kepala. Saya hanya bisa geleng-geleng dan istighfar. Sayamengertibagaimanaperasaanmereka, karena saya pernah menjadianak SMA juga. Saya melihat pula teman-teman saya yang berbuat seperti itu. Namun dari hati saya terbesit pertanyaan, apakah mereka tidak peka terhadap perasaan teman mereka yang tidak lulus? Mereka bisa saja bergembira, tapi apakah yang tidak lulus itu bisa? Meski banyak yang memberi semangat, tapi rasa kecewa dan sedih mereka tidak mudah terobati. Kini, setelah beberapa kali melihat realita serupa, saya memiliki pandangan yang lain terhadap mereka yang “berlebihan” merayakan kelulusannya. Hari ini ( baca : dihari kelulusan) mereka bisa tertawa, bersorak, dan berpesta. Biarkan saja.Berikan mereka kesempatan untuk berbahagia. Karena keesokan harinya, tembok besar akan kembali menghadang mereka. Kekhawatiran mereka menentukanarahselanjutnya, akan bekerja, lanjut kuliah, menikah, atau menganggur akan datang menghampiri. Pesta mereka saat hari kelulusan, hanya tinggal kenangan. Sekarang, saatnya kembali berjuang.